watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Desahan dalam mobil

Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan
bagiku ketika semester lima, bagaimana tidak,
hari itu aku ada tiga mata kuliah, dua yang
pertama mulai jam 9 sampai jam tiga dan yang
terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam,
belum lagi kalau ada tugas bisa lebih lama deh.
Ketika itu aku baru menyerahkan tugas diskusi
kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan
teman sekelompokku, si Dimas selesai, di kelas
masih tersisa enam orang dan Pak Didi , sang
dosen.
“Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra ?”
ajak Dimas “Jauh nih, di deket psikologi, rada
telat sih tadi”
Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya
sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau
menemaniku dia harus memutar agak jauh dari
jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin
dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan
menemaniku ke tempat parkir yang kurang
penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku
dan pernah terlibat one night stand denganku.
Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut
agak gondrong dan selalu memakai pakaian
bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai
buaya kampus.
Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan
saja di tempat parkir itu. Terdengar bunyi sirine
pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun
membuka pintu mobil dan berpamitan
padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba
aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka
pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.
“Eeii… mau ngapain kamu ?” tanyaku sambil
meronta karena Dimas mencoba mendekapku.
“Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak
melakukan hubungan badan nih, saya kangen
sama vagina kamu nih” katanya sambil
menangkap tanganku.
“Ihh… nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita
masih di tempat parkir gila !” tolakku sambil
berusaha lepas.
Karena kalah tenaga dia makin mendesakku
hingga mepet ke pintu mobil dan tangan
satunya berhasil meraih payudaraku lalu
meremasnya. “Dimas… jangan… nggak
mmhhh!” dipotongnya kata-kataku dengan
melumat bibirku.
Jantungku berdetak makin kencang, apalagi
Dimas menyingkap kaos hitam ketatku yang tak
berlengan dan tangannya mulai menelusup ke
balik BH- ku. Nafsuku terpancing, berangsur-
angsur rontaanku pun melemah.
Rangsangannya dengan menjilat dan menggigit
pelan bibir bawahku memaksaku membuka
mulut sehingga lidahnya langsung menerobos
masuk dan menyapu telak rongga mulutku,
mau tidak mau lidahku juga ikut bermain
dengan lidahnya. Nafasku makin memburu
ketika dia menurunkan cup BH ku dan mulai
memilin-milin putingku yang kemerahan.
Teringat kembali ketika aku ML dengannya di
kostnya dulu. Kini aku mulai menerima
perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada
lehernya dan membalas ciumannya dengan
penuh gairah. Kira-kira setelah lima menitan
kami ber-French kiss, dia melepaskan mulutnya
dan mengangkat kakiku dari jok kemudi
membuat posisi tubuhku memanjang ke jok
sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa
rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi
begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat
olehnya pahaku yang putih mulus dan celana
dalam pink-ku.
“Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah
tegangan tinggi nih” katanya sambil menaruh
tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya.
Ketika elusannya sampai di pangkal paha,
diremasnya daerah itu dari luar celana dalamku
sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku
membuat Dimas makin bernafsu, jari-jarinya
mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku
dan bergerak seperti ular di permukaannya
yang berbulu. Mataku terpedam sambil
mendesah nikmat saat jarinya menyentuh
klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada
pahaku, aku membuka mata dan melihatnya
menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan
itu terus merambat dan semakin jelas
tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin
mendekatkan wajahnya ke sana sambil
menaikkan sedikit demi sedikit rokku.
Dan… oohh… rasanya seperti tersengat waktu
lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan
kanannya menahan celana dalamku yang
disibakkan ke samping sementara tangan
kirinya menjelajahi payudaraku yang telah
terbuka.
Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan
hanya mendesah dan menggeliat, lupa bahwa
ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil
ini pasti terlihat oleh orang di luar sana. Namun
nafsu membuat kami terlambat menyadari
semuanya. Di tengah gelombang birahi ini, tiba-
tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta
gedoran pada jendela di belakangku. Bukan
main terkejutnya aku ketika menengok ke
belakang dan melihat dua orang satpam sampai
kepalaku kejeduk jendela, begitu juga Dimas, dia
langsung tersentak bangun dari
selangkanganku. Satu dari mereka menggedor
lagi dan menyuruh kami turun dari mobil.
Tadinya aku mau kabur, tapi sepertinya sudah
tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka
mengejar dan memanggil yang lain akan
semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun
memilih turun membicarakan masalah ini baik-
baik dengan mereka setelah buru-buru
kurapikan kembali pakaianku.
Mereka menuduh kami melakukan perbuatan
mesum di areal kampus dan harus dilaporkan.
Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu
terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-
menawar di antara kami. Kemudian yang agak
gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu
pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu
keduanya mulai cengengesan melihat ke
arahku. Temannya yang tinggi dan berumur
40-an itu lalu berkata,
“Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar
cewek kamu buat biaya tutup mulut ?”
Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja
pikirannya tak jauh dari selangkangan. Rupanya
dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga,
walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap
membelaku dengan menawarkan sejumlah
uang dan berbicara agak keras pada mereka. Di
tengah situasi yang mulai memanas itu akupun
maju memegangi tangan Dimas yang sudah
terkepal kencang.
“Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit
sama tenaga, biar saya saja yang beresin”
kataku
“Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian
tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi
masalah ini !”
Walaupun Dimas keberatan dengan
keputusanku, namun dia mau tidak mau
menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi
juga menginginkannya untuk menuntaskan
libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain
dengan orang-orang seperti mereka bukan
pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun
digiring mereka ke gedung psikologi yang
sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami
disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah
toilet pria. Salah seorang menekan sakelar
hingga lampu menyala, cukup bersih juga
dibanding toilet pria di fakultas lainnya pikirku.
“Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana,
perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek kamu !”
perintah yang tinggi itu pada Dimas.
Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan
dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian
ketat itu. Sorot mata mereka membuatku
nervous dan jantungku berdetak lebih cepat,
kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan
sehingga aku menyandarkan punggungku ke
tembok.
Kini aku dapat melihat nama-nama mereka
yang tertera di atas kantong dadanya. Yang
tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu
namanya Egy , dan temannya yang berkumis
itu bernama Romli . Pak Egy mengelusi pipiku
sambil menyeringai mesum.
“Hehehe… cantik, mulus… wah beruntung
banget kita malam ini !” katanya
“Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?”
tanya Pak Romli sambil menyalami tanganku
dan membelainya dari telapak hingga
pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding
dan darahku berdesir dielus seperti itu.
“Citra” jawabku dengan agak bergetar.
“Wah Citra yah, nama yang indah kaya
orangnya, pasti dalemnya juga indah” Pak Egy
menimpali dan disambut gelak tawa mereka.
“Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?”
pinta Pak Romli memajukan wajahnya
Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan,
maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya
yang tidak tampan itu.
“Ahh…non Citra ini di mobil lebih berani masak
di sini cuma ngecup aja sih, gini dong
harusnya” Kata Pak Egy seraya menarik
wajahku dan melumat bibirku.
Aku memejamkan mata mencoba
meresapinya, dia makin ganas menciumiku
ditambah lagi tangannya sudah mulai
meremas-remas payudaraku dari luar.
Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling
menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat
padam kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih
dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin
berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya
kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh.
Sementara dibawah sana kurasakan sebuah
tangan yang kasar meraba pahaku. Aku
membuka mata dan melihatnya, disana Pak
Romli mulai menyingkap rokku dan merabai
pahaku.
Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke
sasaran berikutnya, dadaku. Kaos ketatku
disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku
yang masih terbungkus BH pink, itupun juga
langsung diturunkan.
“Wow teteknya montok banget non, putih lagi”
komentarnya sambil meremas payudara
kananku yang pas di tangannya.
Pak Romli juga langsung kesengsem dengan
payudaraku, dengan gemas dia melumat yang
kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku.
Putingku makin mengeras karena terus
dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil
mencupangi leher jenjangku, dia melakukannya
cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang
memperlakukan payudara kiriku dengan kasar,
dia menyedot kuat-kuat dan kadang disertai
gigitan sehingga aku sering merintih kalau
gigitannya keras. Namun perpaduan antara
kasar dan lembut ini justru menimbulkan
sensasi yang khas.
Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga
angin malam menerpa kulit pahaku, celana
dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak
Romli menyelipkan tangannya ke balik celana
dalamku sehingga celana dalamku kelihatan
menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya
mengelusi belakang pahaku hingga pantatku.
Nafasku makin memburu, aku hanya
memejamkan mata dan mengeluarkan
desahan-desahan menggoda. Aku merasakan
vaginaku semakin basah saja karena gesekan-
gesekan dari jari Pak Romli, bahkan suatu ketika
aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya
menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku.
Reaksiku ini membuat mereka semakin
bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan
menuntunnya ke penisnya yang entah kapan
dia keluarkan.
“Waw…keras banget, mana diamaternya lebar
lagi” kataku dalam hati “bisa mati orgasme nih
saya”
Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya,
semakin kukocok benda itu makin
membengkak saja.
Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana
dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku
yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu.
Kemudian aku disuruh berdiri menghadap
tembok dan menunggingkan pantatku pada
mereka, kusandarkan kedua tanganku di
tembok untuk menyangga tubuhku.
“Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat
si non yang putih mulus ini” celoteh Pak Romli
sambil meremasi bongkahan pantatku yang
sekal.
Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai
menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku
mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan
celana dalam. Akhirnya pantatku yang sudah
telanjang menungging dengan celana dalamku
masih menggantung di kaki kanan.
“Pak masukin sekarang dong” pintaku yang
sudah tidak sabar marasakan batang-batang
besar itu menjejali vaginaku.
“Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih
sama vagina non, wangi sih !” kata Pak Romli
yang sedang menjilati vaginaku yang terawat
baik.
ak Usep mendorong penisnya pada vaginaku,
walaupun sudah becek oleh lendirku dan
ludahnya, aku masih merasa nyeri karena
penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya
dengan liang senggamaku. Aku merintih
kesakitan merasakan penis itu melesak hingga
amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu
beradaptasi, dia langsung menyodok-
nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang
semakin lama semakin tinggi. Pak Egy sejak
posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok
diantara tembok dan tubuhku sambil
mengenyot dan meremas payudaraku yang
tergantung persis anak sapi yang sedang
menyusu dari induknya. Pak Romli terus
menggenjotku dari belakang sambil sesekali
tangannya menampar pantatku dan
meninggalkan bercak merah di kulitnya yang
putih. Genjotannya semakin mambawaku ke
puncak birahi hingga akupun tak dapat
menahan erangan panjang yang bersamaan
dengan mengejangnya tubuhku.
Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul,
penisnya yang terasa makin besar dan
berdenyut-denyut menggesek makin cepat
pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan
orgasme.
“Ooohh… oohh… di dalam yah non… sudah
mau nih” bujuknya dengan terus mendesah
“Ahh… iyahh… di dalam aja… ahh” jawabku
terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme
panjang barusan.
Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan
genjotannya dengan penis menancap hingga
pangkalnya pada vaginaku, tangannya
meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku
cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku,
dia baru melepaskannya setelah semprotannya
selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau
saja mereka tidak menyangganya kuhimpun
kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai.
Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku
langsung bersandar pada tembok dan merosot
hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang
berkeringat dan menghimpun kembali tenaga
dan nafasku yang tercerai- berai, kedua pahaku
mengangkang dan vaginaku belepotan cairan
putih seperti susu kental manis.
“Hehehe…liat nih, air sperma saya ada di dalam
vagina wanita kamu” kata Pak Romli pada
Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku
dengan jarinya, seolah ingin memamerkan
cairan spermanya pada Dimas yang mereka
kira pacarku.
Opps…omong-omong tentang Dimas, aku
hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk
melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi
dia menikmati liveshow ini di sudut ruangan
sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri.
Kasihan juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi
tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu
pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku
dan menyuruhku berlutut dan membersihkan
penisnya, Pak Egy yang sudah membuka
celananya juga berdiri di sebelahku
menyuruhku mengocok penisnya.
Hhmmm…nikmat sekali rasanya menjilati
penisnya yang berlumuran cairan kewanitaanku
yang bercampur dengan sperma itu,
kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya
hingga bersih mengkilap, setelah itu juga
kuemut-emut daerah helmnya sambil tetap
mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku
melirik ke atas melihat reaksinya yang
menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang
kencingnya dengan lidahku.
“Hei, sudah dong saya juga mau disepongin
sama si non ini” potong Pak Egy ketika aku
masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli.
Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke
penisnya yang langsung dijejali ke mulutku.
Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi
aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan
lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang
mungil karena tidak setebal Pak Romli, tapi tetap
saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut
karena cukup panjang. Aku mengeluarkan
segala teknik menyepongku mulai dari
mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat
sampai orangnya bergetar hebat dan menekan
kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-
enak menyepong, tiba- tiba Dimas mengerang,
memancingku menggerakkan mata padanya
yang sedang orgasme swalayan, spermanya
muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah
horny banget melihat adegan-adegan panasku.
Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak
Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu
dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan
tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke
pinggangnya. Dari bawah aku merasakan
penisnya melesak ke dalamku, maka mulailah
dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi
berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk
pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-
saat ketika hentakan tubuh kami berlawanan
arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku
lebih dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh,
kalau sudah begitu wuihh… seperti terbang ke
surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa
mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-
jadinya dan mempererat pelukanku, untung
gedung ini sudah kosong, kalau tidak bisa
berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat
leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga
menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku.
Gelombang orgasme kini mulai melandaku lagi,
terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali
menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia
sedang melumat bibirku sehingga yang keluar
dari mulutku hanya erangan- erangan tertahan,
air ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di
sudut lain aku melihat Pak Romli sedang
beristirahat sambil merokok dan mengobrol
dengan Dimas.
Pak Egy demikian bersemangatnya
menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun
dia bukannya berhenti atau paling tidak
memberiku istirahat tapi malah makin kencang.
Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku
tidak lagi berpijak di tanah disangga kedua
tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa
makin dalam saja membuat tubuhku makin
tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku
dibuatnya karena dia masih mampu
menggenjotku selama hampir setengah jam
bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil
dan belum menunjukkan tanda-tanda akan
klimaks. Sesaat kemudian dia menghentikan
genjotannya, dengan penis tetap menancap di
vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih
digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia
turunkan aku, lalu dia sendiri duduk di atas
tutup kloset.
“Huh…capek non, ayo sekarang gantian non
yang goyang dong” perintahnya
Akupun dengan senang hati menurutinya,
dalam posisi seperti ini aku dapat lebih
mendominasi permainan dengan goyangan-
goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku
menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih
penis yang sudah licin itu dan kutuntun
memasuki vaginaku. Setelah menduduki
penisnya, aku terlebih dahulu melepaskan baju
dan bra-ku yang masih menggantung supaya
lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan
bemandikan keringat, yang masih tersisa di
tubuhku hanya rokku yang sudah tersingkap
hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di
kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku dengan
gencar dengan gerakan naik- turun, sesekali aku
melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy
mengerang karena penisnya terasa diplintir.
Kedua tangannya meremasi payudaraku dari
belakang, mulutnya juga aktif mencupangi
pundak dan leherku.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang
menjambak rambutku dan mendongakkan
wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli
mendekat dan langsung melumat bibirku.
Dimas yang sudah tidah bercelana juga
mendekatiku, sepertinya dia sudah mendapat
ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan
menggenggamkannya pada batang penisnya.
“Mmpphh… mmmhh !” desahku ditengah
keroyokan ketiga orang itu. Toilet yang sempit
itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa
makin panas dan pengap.
“Ayo dong Citra… emut, sepongan kamu kan
mantep banget”
Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang
langsung kusambut dengan kuluman dan
jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada
benda itu, lidahku terus menjelajah ke kepala
penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu,
kupakai ujung lidah untuk menyeruput cairan
yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu
saja membuat Dimas blingsatan sambil
meremas-remas rambutku. Aku melakukannya
sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Egy
dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali
aku dibuatnya.
Sesaat kemudian penisnya makin membesar
dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk
punggungku dan menyuruhku turun dari
pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata
dia ingin melepaskan maninya di mulutku.
Sekarang dengan posisi berlutut aku
memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai
merem-melek dan menggumam tak jelas.
Seseorang menarik pinggangku dari belakang
membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu
siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy
sehingga tidak bisa menengok belakang. Orang
itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan
mulai menggoyangnya perlahan. Kalau
dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si
Dimas karena yang ini ukurannya pas dan tidak
menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika
sedang enak-enaknya menikmati genjotan
Dimas penis di mulutku mulai bergetar
“Aahhkk… saya mau keluar… non”
Pak Egy kelabakan sambil menjambaki
rambutku dan creett…creett, beberapa kali
semprotan menerpa menerpa langit-langit
mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan,
sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku
karena banyaknya sehingga aku tak sanggup
menampungnya lagi.
Aku terus menghisapnya kuat-kuat
membuatnya berkelejotan dan mendesah tak
karuan, sesudah semprotannya berhenti aku
melepaskannya dan menjilati cairan yang masih
tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak
Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada
serangan Dimas yang semakin mengganas.
Tangannya merayap ke bawah menggerayangi
payudaraku. Dimas sangat pandai
mengkombinasikan serangan halus dan keras,
sehingga aku dibuatnya melayang-layang.
Gelombang orgasme sudah diambang batas,
aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas
menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar
bersama. Sampai akhirnya dia meremas
pantatku erat-erat dan memberitahuku akan
segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu
pun kucurahkan juga. Kami orgasme
bersamaan dan dia menumpahkannya di
dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya
yang hangat dan kental itu, sperma yang tidak
tertampung meleleh keluar di daerah
selangakanganku.
Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan
tubuh bersimbah peluh, untung lantainya kering
sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di
sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah
bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis
lagi. Lututku juga terasa pegal karena dari tadi
bertumpu di lantai. Setelah merasa cukup
tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas.
Dengan langkah gontai aku menuju wastafel
untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir
dari tasku untuk membetulkan rambutku yang
sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang
berserakan dan memakainya kembali. Kami
bersiap meninggalkan tempat itu.
“Lain kali kalau melakukan hubungan badan
hati-hati, kalau ketangkap kan harus bagi-bagi”
begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan
disertai tepukan pada pantatku.
“Citra… Citra… sori dong, kamu marah ya !” kata
Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam
perjalananku menuju tempat parkir.
Dengan cueknya aku terus berjalan dan
menepis tangannya ketika menangkap
lenganku, dia jadi tambah bingung dan
memohon terus. Setelah membuka pintu mobil
barulah aku membalikkan badanku dan
memberi sebuah kecupan di pipinya seraya
berkata
“Saya nggak marah kok, malah enjoy banget,
lain kali kita coba yang lebih gila yah, see you,
good night”
Dimas hanya bisa terbengong di tengah
lapangan parkir itu menyaksikan mobilku yang
makin menjauh darinya.


Adult | GO HOME | Exit
1/1219
U-ON

inc Powered by Xtgem.com